Translate

Jumat, 09 Juni 2017

Perjuangan Rasulullah saw di Mekah


   Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

     Kali ini Saya akan menjelaskan tentang Perjuangan Rasulullah saw di Mekah, Seperti yang kita ketahui bahwa Nabi Muhammad saw pertama kali diangkat sebagai Rasul pada usia 40 tahun di malam hari tanggal 17 Ramadan di Mekkah. Setelah itu diterimalah ayat-ayat lainnya di kota Mekkah tersebut sebelum akhirnya nabi berhijrah ke Madinah dan menerima wahyu lainnya di sana.

     Ketika menerima wahyu di Mekkah, Nabi pun berdakwah di Mekkah untuk mengajarkan agama Islam. Dan ajaran pokok yang diajarkan adalah aqidah & akhlak mulia.

1.)  Aqidah

    
Sumber : ilmoasis.org
 
     Aqidah menurut bahasa berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh, sedangkan menurut istilah, aqidah berarti keyakinan teguh yang tidak tercampur keraguan dengan sesuatu apapun. Rasulullah saw diutus oleh Allah Swt untuk membawa ajaran tauhid yang pada saat itu di Mekkah penduduknya masih hidup dalam praktik kemusyrikan. Rasullullah SAW mengajarkan bahwa Allah Swt. Mahakuasa atas segala sesuatu, sedangkan manusia lemah tak berdaya. Ia Mahaagung (Mulia) sedangkan manusia rendah dan hina. Selain Maha Pencipta dan Mahakuasa, Ia pelihara seluruh makhluk-Nya dan Ia sediakan seluruh kebutuhannya, termasuk manusia. Selanjutnya, Nabi Muhammad saw. juga mengajarkan bahwa Allah Swt. itu Maha Mengetahui. Allah Swt. mengajarkan manusia berbagai macam ilmu pengetahuan yang tidak diketahuinya dan cara memperoleh dan mengembangkan ilmu pengetahuan tersebut. Ajaran keimanan ini, yang merupakan ajaran utama yang diembankan. Ajaran tauhid ini berbekas sangat dalam di hati Nabi dan para pengikutnya sehingga menimbulkan keyakinan yang kuat, mapan, dan tak tergoyahkan. Dengan keyakinan ini, para sahabat sangat percaya bahwa Allah Swt. tidak akan membiarkan mereka dalam kesulitan dan penderitaan. Dengan keyakinan ini pula, mereka percaya bahwa Allah Swt. akan memberikan kebahagiaan hidup kepada mereka. Dengan keyakinan ini pula, para sahabat terbebas dari pengaruh kekayaan dan kesenangan duniawi. Dengan keyakinan ini pula, para sahabat mampu bersabar dan bertahan serta tetap berpegang teguh pada agama ketika mereka mendapatkan tantangan dan siksaan yang amat keji dari pemuka-pemuka Quraisy.

 2.) Akhlak Mulia

     Dalam hal akhlak, Nabi Muhammad saw. tampil sebagai teladan yang baik (ideal). Sejak sebelum menjadi nabi, ia telah tampil sebagai sosok yang jujur sehingga diberi gelar oleh masyarakatnya sebagai al-amin selain itu Nabi Muhammad juga dikenal sebagai sosok yang suka menolong dan meringankan beban orang lain. Akhlak Rasullullah SAW itulah yang diajarkan beliau.

Sumber : ruangfreelance.com

     Adapun Strategi yang digunakan Rasullallh SAW dalam menyebarkan agama Islam tidak terlalu tergesa-gesa dan terlalu memaksa, Beliau lebih memilih menggunakan cara damai dan baik-baik. Ketika berdakwah di Mekkah, Nabi mengalami dua tahapan yang dimulai dengan secara diam-diam lalu secara terang-terangan.

     Agar tidak menimbulkan keresahan dan kekacauan di kalangan masyarakat, Rasullullah memulai dakwah secara diam-diam. Hal tersebur mengingat kerasnya watak kaum Quraisy dan keteguhan mereka berpegang pada keyakinan dala menyembah berhala.

     Setelah merasa sudah saatnya, Nabi pun mulai berdakwah secara terang-terangan. Ia mulai dengan berdiri di atas sebuah bukit dan berteriak dengan suara lantang memanggil mereka, Kemudian, ia berpaling
kepada sekumpulan orang sambil berkata, “Wahai orang-orang! Akankah kalian percaya jika saya katakan bahwa musuh Anda sekalian telah bersiaga di sebelah bukit (Śafa) ini dan berniat menyerang nyawa dan harta kalian?” Mereka menjawab, “Kami tak mendengar Anda berbohong sepanjang hayat kami.” Ia lalu berkata, “Wahai bangsa Qurasy! Selamatkanlah dirimu dari neraka. Saya tak dapat menolong Anda di hadapan Allah Swt. Saya peringatkan Anda sekalian akan siksaan yang pedih!” Ia menambahkan, “Kedudukan saya seperti penjaga, yang mengamati musuh dari jauh dan segera berlari kepada kaumnya untuk menyelamatkan dan memperingatkan mereka tentang bahaya yang akan datang.”.

     Setelah berdakwah cukup lama di Mekkah Rasullullah SAW tetap mendapat banyak penolakan dari masyarakat Mekkah. hal itu membuat Nabi Muhammad berdakwah kepada kabilah-kabilah Arab di luar suku Quraisy. Dalam melakukan dakwah ini, Nabi Muhammad saw. tidak saja menemui mereka di Ka’bah pada saat musim haji, ia juga mendatangi perkampungan dan tempat tinggal para kepala suku. Tanpa diketahui oleh seorang pun, Nabi Muhammad saw. pergi ke Taif. Di sana ia menemui ¢aqif dengan harapan agar ia dan masyarakatnya mau menerimanya dan memeluk Islam. Saqif dan masyarakatnya menolak Nabi dengan kejam. Meski demikian Nabi berlapang dada dan meminta Saqif untuk tidak menceritakan kedatangannya ke Taif agar ia tidak mendapat malu dari orang Quraisy.  Permintaan itu tidak dihiraukan oleh Saqif, bahkan ia menghasut masyarakatnya untuk mengejek, menyoraki, mengusir, dan melempari Nabi. Selain itu Nabi mendatangi Bani Kindah, Bani Kalb, Bani Hanifah, dan Bani Amir bin Sa‘sa’ah ke rumah-rumah mereka. Tak seorang pun dari mereka yang mau menyambut dan mendengar dakwah Nabi. Bahkan, Bani Hanifah menolak dengan cara yang sangat buruk. Amir menunjukkan ambisinya, ia mau menerima ajakan Nabi dengan syarat jika Nabi memperoleh kemenangan, kekuasaan harus berada di tangannya. 

     Pengalaman tersebut mendorong Nabi Muhammad saw. berkesimpulan bahwa tidak mungkin lagi mendapat dukungan dari Quraisy dan kabilah-kabilah Arab lainnya. Karena itu, Nabi Muhammad saw. mengalihkan dakwahnya kepada kabilah-kabilah lain yang ada di sekitar Mekah yang datang berziarah setiap tahun ke Mekah. Jika musim ziarah tiba, Nabi Muhammad saw. pun mendatangi kabilah-kabilah itu dan mengajak mereka untuk memeluk Islam. Tak berapa lama kemudian, tanda-tanda kemenangan datang dari Yasrib (Madinah). Nabi Muhammad saw. sesungguhnya punya hubungan emosional dengan Ya¡rib. Di sanalah ayahnya dimakamkan, di sana pula terdapat famili-familinya dari Bani Najjar. Yasrib merupakan kota yang dihuni oleh orang Yahudi dan Arab dari suku Aus dan Khazraj. Kedua suku ini selalu berperang merebut kekuasaan. Hubungan Aus dan Khazraj dengan Yahudi membuat mereka memiliki pengetahuan tentang agama samawi. Inilah salah satu faktor yang menyebabkan kedua suku Arab tersebut lebih mudah menerima kehadiran Nabi Muhammad saw. Ketika Yahudi mengalami kekalahan, suku Aus dan Khazraj menjadi penguasa di Yasrib. Yahudi tidak tinggal diam, mereka berusaha mengadu domba Aus dan Khazraj yang akhirnya menimbulkan perang saudara yang dimenangkan oleh Aus. Sejak saat itu, orang-orang Yahudi yang sebelumnya terusir dapat kembali tinggal di Yasrib. Aus dan Khazraj menyadari derita dan kerugian yang mereka alami akibat permusuhan mereka. Oleh karena itu, mereka sepakat mengangkat Abdullah bin Muhammad dari suku Khazraj sebagai pemimpin. Namun, hal itu tidak terlaksana disebabkan beberapa orang Khazraj pergi ke Mekah pada musim ziarah (haji).

     Kedatangan orang-orang Khazraj ke Mekkah di ketahui oleh Nabi Muhammad SAW. Beliau pun pergi untuk bertemu dengan mereka untuk mengajak mereka memeluk Islam, dan mereka pun menerima ajakan tersebut dengan baik. Selanjutnya, Nabi menugaskan Mus’ab bin Umair untuk membacakan al- Qurān, mengajarkan Islam serta seluk-beluk agama Islam kepada penduduk Yasrib. Sejak itu, Mus’ab tinggal di Yasrib. Jika musim ziarah tiba, ia berangkat ke Mekah dan menemui Nabi Muhammad saw. Dalam pertemuan itu, Mus’ab menceritakan perkembangan masyarakat muslim Ya¡rib yang tangguh dan kuat. Berita ini sungguh menggembirakan Nabi dan menimbulkan keinginan dalam hati Nabi untuk hijrah ke sana.

     Pada tahun 622 M, peziarah Ya¡rib yang datang ke Mekah berjumlah 75 orang, dua orang di antaranya perempuan. Kesempatan ini digunakan Nabi melakukan pertemuan rahasia dengan para pemimpin mereka. Pertemuan Nabi dengan para pemimpin Yasrib yang berziarah ke Mekah disepakati di Aqabah pada tengah malam pada hari-hari Tasyriq (tidak sama dengan hari Tasyriq yang sekarang). Malam itu, Nabi Muhammad saw. ditemani oleh pamannya, Abbas bin Abdul Mutalib (yang masih memeluk agama nenek moyangnya) menemui orang-orang Yasrib. Pertemuan malam itu kemudian dikenal dalam sejarah sebagai Perjanjian Aqabah II. Pada malam itu, mereka berikrar kepada Nabi sebagai berikut, “Kami berikrar, bahwa kami sudah mendengar dan setia di waktu suka dan duka, di waktu bahagia dan sengsara, kami hanya akan berkata yang benar di mana saja kami berada, dan di jalan Allah Swt. ini kami tidak gentar terhadap ejekan dan celaan siapapun”.

Peristiwa Hijrah Kaum Muslimin

1.)  Hijrah ke Abisinia (Habsyi)

     Untuk menghindari bahaya penyiksaan, Nabi Muhammad saw. menyarankan para pengikutnya untuk hijrah ke Abisinia (Habsyi). Para sahabat pergi ke Abisinia dengan dua kali hijrah. Hijrah pertama sebanyak 15 orang; sebelas orang laki-laki dan empat orang perempuan. Mereka berangkat secara sembunyi-sembunyi dan sesampainya di sana, mereka mendapatkan perlindungan yang baik dari Najasyi (sebutan untuk Raja Abisinia). Ketika mendengar keadaan Mekah telah aman, mereka pun kembali lagi. Namun, mereka kembali mendapatkan siksaan melebihi dari sebelumnya. Karena itu, mereka kembali hijrah untuk yang kedua kalinya ke Abisinia (tahun kelima dari kenabian atau tahun 615 M). Kali ini mereka berangkat sebanyak 80 orang laki- laki, dipimpin oleh Ja’far bin Abi °alib. Mereka tinggal di sana hingga sesudah Nabi hijrah ke Ya¡rib (Madinah). Peristiwa hijrah ke Abisinia ini dipandang sebagai hijrah pertama dalam Islam. 

 2. Hijrah ke Madinah

     Peristiwa Ikrar Aqabah II ini diketahui oleh orang-orang Quraisy. Sejak itu tekanan, intimidasi, dan siksaan terhadap kaum muslimin makin meningkat. Kenyataaan ini mendorong Nabi segera memerintahkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Ya¡rib. Dalam waktu dua bulan saja, hampir semua kaum muslimin, sekitar 150 orang telah berangkat ke Ya¡rib. Hanya Abu bakar dan Ali yang masih menjaga dan membela Nabi di Mekah. Akhirnya, Nabi pun hijrah setelah mendengar rencana Quraisy yang ingin membunuhnya.

     Nabi Muhammad saw. dengan ditemani oleh Abu Bakar berhijrah ke Ya¡rib. Sesampai di Quba, 5 km dari Ya¡rib, Nabi beristirahat dan tinggal di sana selama beberapa hari. Nabi menginap di rumah Umi Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini Nabi membangun sebuah masjid. Inilah masjid pertama yang dibangun pada masa Islam yang kemudian dikenal dengan Masjid Quba. Tak lama kemudian, Ali datang menyusul setelah menyelesaikan amanah yang diserahkan Nabi kepadanya pada saat berangkat hijrah.

Sekian postingan Saya kali ini, maaf jika ada kesalahan dan sebagainya yang kurang mengenakkan, dan...

Sampai jumpa di postingan selanjutnya~
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar