Secara bahasa najis berarti segala sesuatu yang dianggap kotor meskipun
suci. Bila berdasarkan arti harfiah ini maka apa pun yang dianggap kotor
masuk dalam kategori barang najis, seperti ingus, air ludah, air sperma
dan lain sebagainya. Sedangkan secara istilah ilmu fiqih najis adalah
segala sesuatu yang dianggap kotor yang menjadikan tidak sahnya ibadah
shalat.
Di
dalam fiqih najis dikelompokkan dalam 3 kategori, yakni najis
mukhaffafah, najis mutawassithah, dan najis mughalladhah. Sebagaimana
ditulis oleh para fuqaha dalam kitab-kitabnya, salah satunya oleh Syekh
Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitabnya Safiinatun Najaa:
فصل النجاسات ثلاث: مغلظة ومخففة ومتوسطةالمغلظة نجاسة الكلب والخنزير وفرع احدهما والمخففة بول الصبي الذي لم يطعم غير اللبن ولم يبلغ الحولين والمتوسطة سائر النجاساتArtinya:“Fashal, najis ada tiga macam: mughalladhah, mukhaffafah, dan mutawassithah.Najis mughalladhah adalah najisnya anjing dan babi beserta anakan salah satu dari keduanya. Najis mukhaffafah adalah najis air kencingnya bayi laki-laki yang belum makan selain air susu ibu dan belum sampai usia dua tahun. Sedangkan najis mutawassithah adalah najis-najis lainnya.”
Ketiga
kategori najis tersebut masing-masing memiliki cara tersendiri untuk
menyucikannya. Namun sebelum membahas lebih jauh tentang bagaimana cara
menyucikan ketiga najis tersebut perlu diketahui istilah “najis
‘ainiyah” dan “najis hukmiyah” terlebih dahulu.
Najis ‘ainiyah adalah najis yang memiliki warna, bau dan rasa. Sedangkan najis hukmiyah tidak
ada lagi adalah najis yang tidak memiliki warna, bau, dan rasa. Dengan
kata lain najis ‘ainiyah adalah najis yang masih ada wujudnya, sedangkan
najis hukmiyah adalah najis yang sudah tidak ada wujudnya namun secara
hukum masih dihukumi najis. Pengertian ini akan lebih jelas pada
pembahasan tata cara menyucikan najis.
Adapun tata cara menyucikan najis sebagai berikut:
1. Najis mughalladhah dapat
disucikan dengan cara membasuhnya dengan air sebanyak tujuh kali
basuhan di mana salah satunya dicampur dengan debu. Namun sebelum
dibasuh dengan air mesti dihilangkan terebih dulu ‘ainiyah atau wujud
najisnya. Dengan hilangnya wujud najis tersebut maka secara kasat mata
tidak ada lagi warna, bau dan rasa najis tersebut. Namun secara hukum
(hukmiyah) najisnya masih ada di tempat yang terkena najis tersebut
karena belum dibasuh dengan air.
Untuk benar-benar
menghilangkannya dan menyucikan tempatnya barulah dibasuh dengan air
sebanyak tujuh kali basuhan dimana salah satunya dicampur dengan debu.
Pencampuran air dengan debu ini bisa dilakukan dengan tiga cara:
Pertama,
mencampur air dan debu secara berbarengan baru kemudian diletakkan pada
tempat yang terkena najis. Cara ini adalah cara yang lebi utama
dibanding cara lainnya.
Kedua, meletakkan debu di tempat yang terkena najis, lalu memberinya air dan mencampur keduanya, baru kemudian dibasuh.
Ketiga, memberi air terlebih dahulu di tempat yang terkena najis, lalu memberinya debu dan mencampur keduanya, baru kemudian dibasuh.
2. Najis mukhaffafah yang
merupakan air kencingnya bayi laki-laki yang belum makan dan minum
selain ASI dan belum berumur dua tahun, dapat disucikan dengan cara
memercikkan air ke tempat yang terkena najis.
Cara memercikkann
air ini harus dengan percikan yang kuat dan air mengenai seluruh tempat
yang terkena najis. Air yang dipercikkan juga mesti lebih banyak dari
air kencing yang mengenai tempat tersebut. Setelah itu barulah diperas
atau dikeringkan. Dalam hal ini tidak disyaratkan air yang dipakai untuk
menyucikan harus mengalir.
3. Najis mutawassithah dapat
disucikan dengan cara menghilangkan lebih dahulu najis ‘ainiyah-nya.
Setelah tidak ada lagi warna, bau, dan rasan najis tersebut baru
kemudian menyiram tempatnya dengan air yang suci dan menyucikan.
Sebagai
contoh kasus, bila seorang anak buang air besar di lantai ruang tamu,
umpamanya, maka langkah pertama untuk menyucikannya adalah dengan
membuang lebih dahulu kotoran yang ada di lantai. Ini berarti najis
‘ainiyahnya sudah tidak ada dan yang tersisa adalah najis hukmiyah.
Setelah yakin bahwa wujud kotoran itu sudah tidak ada (dengan tidak
adanya warna, bau dan rasa dan lantai juga terlihat kering) baru
kemudian menyiramkan air ke lantai yang terkena najis tersebut. Tindakan
menyiramkan air ini bisa juga diganti dengan mengelapnya dengan
menggunakan kain yang bersih dan basah dengan air yang cukup.
Mengetahui
macam dan tata cara menyucikan najis adalah satu ilmu yang mesti
diketahui oleh setiap muslim mengingat hal ini merupakan salah satu
syarat bagi keabsahan shalat dan ibadah lainnya yang mensyaratkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar