Translate

Jumat, 07 Desember 2018

Toleransi Dalam Islam


     Isu utama yang menjadi muatan demokrasi adalah persoalan saling menghargai eksistensi (keberadaan). Rasa ingin dihargai adalah kebutuhan alamiah (fitrah) manusia. Manusia dari suku bangsa apa pun memiliki rasa itu. Teman-teman kita di sekolah mempunyai hak untuk dihargai. Bapak dan ibu guru, orang tua, dan semua orang yang ada di sekitar kita juga mempunyai hak untuk dihargai dan dihormati, sebagaimana kita juga ingin dihargai.

     Ternyata, persoalan menghargai dan dihargai adalah bagian penting dari misi dakwah Islam. Seperti yang lebih muda harus menghormati yang tua, dan yang lebih tua diperintahkan untuk menyayangi yang muda. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda yang artinya: ”Tidak termasuk ummatku orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak mengasihi yang lebih muda dan tidak pula mengerti hak seorang yang alim”(H.R.Ahmad 21693). Kemudian, demikian dipandang sebagai nilai-nilai demokrasi. Demokrasi memang istilah yang lahir dari dunia Barat, tetapi jangan pernah lupa, Islam bersikap akomodatif terhadap semua yang datang dari luar, Barat atau Timur. Jika nilai-nilai yang diusungnya sejalan dengan nilai-nilai Islam sendiri, maka itu berarti Islami. Menurut pandangan para pakar, pemerintahan yang dipimpin Rasulullah saw. dan Khulafaurrasyidin merupakan pemerintahan yang paling demokratis yang pernah ada di dunia, dengan Piagam Madinah sebagai acuan dalam menata hubungan antarwarga masyarakat. Pada masa itu, semua elemen masyarakat mendapat pengakuan dan penghormatan yang setara. Banyak tokoh dunia Barat tercengang dengan adanya fakta Piagam Madinah. Salah satunya adalah Robert N. Bellah yang menuliskan dalam bukunya “Beyond Belief” (1976), bahwa Muhammad saw. sebenarnya telah membuat lompatan yang amat jauh ke depan. Menurut Bellah, “Muhammad saw. telah melahirkan sesuatu (konstitusi Madinah) yang untuk zaman dan tempatnya adalah sangat modern”. Masyaallah…!


Bersatu dalam Keragaman

      Pluralitas, kebhinnekaan, keragaman, perbedaan dan kemajemukan merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri. Bahkan dalam tradisi Islam al-Qurān menegaskan hal ini. Pluralitas, kebhinnekaan, keragaman, perbedaan, dan kemajemukan merupakan sunnatullah (Ketetapan Allah Swt.) Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa firman-Nya, antara lain QS.Hud/11:118 dan QS.al-Maidah/5:48. Hal ini dapat dimaklumi bahwa perbedaan dan keragaman merupakan Keputusan Allah Swt. dan Kehendak Allah Swt. Karena dari situlah Allah Swt. akan menguji umat-Nya. Ibn Jarir al-Thabari dalam bukunya; ”Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Ay Al-quran Juz XX“ menyatakan bahwa jika Allah Swt. menghendaki, Allah Swt. dapat menjadikan seluruh syariat menjadi satu. Namun, Allah Swt. membeda-bedakannya untuk menguji umat-Nya, dan untuk mengetahui siapa yang taat dan yang tidak taat.

      Allah Swt. dalam beberapa firman-Nya menganjurkan hal-hal sebagai berikut. Agar sesama masyarakat dunia, dan sesama umat beragama, saling berlomba-lomba dalam kebajikan dan bukan dalam keburukan apalagi kekerasan.

      Keragaman terlihat dalam setiap penciptaan, binatang dan tumbuhan, hal gaib dan hal nyata. Keragaman juga terjadi baik pada pemahaman, ide, pemikiran, doktrindoktrin, kecenderungan-kecenderungan maupun ras, jenis kelamin, bahasa, suku, bangsa, negara, agama, dan sebagainya. Perhatikan QS.al-Hujurat/49:13. Keragaman pemahaman akan semakin heterogen seiring dengan kian kompleksnya permasalahan dalam kehidupan. Di sinilah diperlukan perubahan cara pandang kita terhadap orang lain atau kelompok lain yang secara kebetulan berbeda.

      Islam telah memberikan sinyal bagaimana kaum muslimin menyelesaikan perbedaan dengan bermusyawarahlah dalam segala urusan (QS.Ali-Imran/3:159), kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah Swt. (al-Quran) dan Rasul (Sunahnya) (QS.an-Nisa’/4:59). Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah Swt. dan hari kemudian, dan janganlah kebencian kepada kelompok lain menjadikan kamu tidak berlaku adil atau obyektif (QS.al-Maidah/5:8). Oleh karena itu, Indonesia dengan kebhinnekaan dan keragamannya dalam berbagai aspek mengembangkan sistem demokrasi dalam bernegara.

      Di samping ayat-ayat tersebut, banyak juga hadis Rasulullah saw. yang mengisyaratkan pentingnya demokrasi, karena beliau dikenal sebagai pemimpin yang paling demokratis. Di antaranya adalah hadis yang menegaskan bahwa beliau adalah orang yang paling suka bermusyawarah dalam banyak hal, seperti hadits berikut:

Artinya: “Dari Abu Hurairah, ia berkata, Aku tak pernah melihat seseorang yang lebih sering bermusyawarah dengan para sahabat dari pada Rasulullah saw.” [HR. at-Tirmizi].

      Hadis di atas menjelaskan bahwa menurut pandangan para sahabat, Rasulullah saw. adalah orang yang paling suka bermusyawarah. Dalam hal urusan penting, beliau senantiasa melibatkan para sahabat untuk dimintai pendapatnya, seperti dalam urusan strategi perang. Sikap Rasulullah saw. tersebut menunjukkan salah satu bentuk kebesaran jiwa beliau dan kerendahan hatinya (tawadhu’), meskipun memiliki status sosial paling tinggi dibanding seluruh umat manusia, yaitu sebagai utusan Allah Swt. Namun demikian, kedudukannya yang begitu mulia di sisi Allah Swt. itu sama sekali tidak membuatnya merasa “paling benar” dalam urusan kemanusiaan yang terkait dengan masalah ijtihadiy (dapat dipikirkan dan dimusyawarahkan karena bukan wahyu), padahal dapat saja Rasulullah saw. memaksakan pendapat beliau kepada para sahabat, dan sahabat tentu akan menurut saja. Tetapi itulah Rasulullah saw. manusia agung yang tawadhu’ dan bijaksana.

      Sikap rendah hati Rasulullah saw. hanya satu dari akhlak mulia lainnya, seperti kesabaran dan lapang dada untuk memberi maaf kepada semua orang yang bersalah, baik diminta atau pun tidak. Itulah Rasulullah saw. teladan terbaik dalam berakhlak.

Dari ayat al-Quran dan hadis tersebut, dapat dipahami bahwa musyawarah termasuk salah satu kebiasaan orang yang beriman. Hal ini perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim terutama dalam hal-hal yang memang perlu dimusyawarahkan. Misalnya, hal yang sangat penting, sesuatu yang ada hubungannya dengan orang banyak/masyarakat, pengambilan keputusan, dan lain-lain.

Dalam kehidupan bermasyarakat, musyawarah menjadi sangat penting karena 
  1. Permasalahan yang sulit menjadi mudah setelah dipecahkan oleh orang banyak lebih-lebih kalau yang membahas orang yang ahli.
  2. Menghindari prasangka yang negatif, terutama masalah yang ada hubungannya dengan orang banyak. 
  3. Melatih diri menerima saran dan kritik dari orang lain. 
  4. Berlatih menghargai pendapat orang lain.














Sumber : - http://www.imron.web.id/2018/09/bersatu-dalam-keragaman-dan-demokrasi.html
             - http://curhatanmuslimahtara.blogspot.com/2018/12/bab-xiv-bersatu-dalam-keberagaman-dan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar