Isu utama
yang menjadi muatan demokrasi adalah persoalan saling menghargai eksistensi
(keberadaan). Rasa ingin dihargai adalah kebutuhan alamiah (fitrah) manusia.
Manusia dari suku bangsa apa pun memiliki rasa itu. Teman-teman kita di sekolah
mempunyai hak untuk dihargai. Bapak dan ibu guru, orang tua, dan semua orang
yang ada di sekitar kita juga mempunyai hak untuk dihargai dan dihormati,
sebagaimana kita juga ingin dihargai.
Ternyata,
persoalan menghargai dan dihargai adalah bagian penting dari misi dakwah Islam.
Seperti yang lebih muda harus menghormati yang tua, dan yang lebih tua
diperintahkan untuk menyayangi yang muda. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda
yang artinya: ”Tidak termasuk ummatku orang yang tidak menghormati yang lebih
tua, tidak mengasihi yang lebih muda dan tidak pula mengerti hak seorang yang
alim”(H.R.Ahmad 21693). Kemudian, demikian dipandang sebagai nilai-nilai
demokrasi. Demokrasi memang istilah yang lahir dari dunia Barat, tetapi jangan
pernah lupa, Islam bersikap akomodatif terhadap semua yang datang dari luar,
Barat atau Timur. Jika nilai-nilai yang diusungnya sejalan dengan nilai-nilai
Islam sendiri, maka itu berarti Islami. Menurut pandangan para pakar,
pemerintahan yang dipimpin Rasulullah saw. dan Khulafaurrasyidin merupakan
pemerintahan yang paling demokratis yang pernah ada di dunia, dengan Piagam
Madinah sebagai acuan dalam menata hubungan antarwarga masyarakat. Pada masa
itu, semua elemen masyarakat mendapat pengakuan dan penghormatan yang setara.
Banyak tokoh dunia Barat tercengang dengan adanya fakta Piagam Madinah. Salah
satunya adalah Robert N. Bellah yang menuliskan dalam bukunya “Beyond Belief”
(1976), bahwa Muhammad saw. sebenarnya telah membuat lompatan yang amat jauh ke
depan. Menurut Bellah, “Muhammad saw. telah melahirkan sesuatu (konstitusi
Madinah) yang untuk zaman dan tempatnya adalah sangat modern”. Masyaallah…!
Bersatu dalam Keragaman
Pluralitas,
kebhinnekaan, keragaman, perbedaan dan kemajemukan merupakan fakta yang tidak
dapat dipungkiri. Bahkan dalam tradisi Islam al-Qurān menegaskan hal ini.
Pluralitas, kebhinnekaan, keragaman, perbedaan, dan kemajemukan merupakan
sunnatullah (Ketetapan Allah Swt.) Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa
firman-Nya, antara lain QS.Hud/11:118 dan QS.al-Maidah/5:48. Hal ini dapat dimaklumi
bahwa perbedaan dan keragaman merupakan Keputusan Allah Swt. dan Kehendak Allah
Swt. Karena dari situlah Allah Swt. akan menguji umat-Nya. Ibn Jarir al-Thabari
dalam bukunya; ”Jami’ al-Bayan fi Ta’wil Ay Al-quran Juz XX“ menyatakan bahwa
jika Allah Swt. menghendaki, Allah Swt. dapat menjadikan seluruh syariat
menjadi satu. Namun, Allah Swt. membeda-bedakannya untuk menguji umat-Nya, dan
untuk mengetahui siapa yang taat dan yang tidak taat.
Allah Swt.
dalam beberapa firman-Nya menganjurkan hal-hal sebagai berikut. Agar sesama
masyarakat dunia, dan sesama umat beragama, saling berlomba-lomba dalam
kebajikan dan bukan dalam keburukan apalagi kekerasan.
Keragaman
terlihat dalam setiap penciptaan, binatang dan tumbuhan, hal gaib dan hal
nyata. Keragaman juga terjadi baik pada pemahaman, ide, pemikiran,
doktrindoktrin, kecenderungan-kecenderungan maupun ras, jenis kelamin, bahasa,
suku, bangsa, negara, agama, dan sebagainya. Perhatikan QS.al-Hujurat/49:13.
Keragaman pemahaman akan semakin heterogen seiring dengan kian kompleksnya
permasalahan dalam kehidupan. Di sinilah diperlukan perubahan cara pandang kita
terhadap orang lain atau kelompok lain yang secara kebetulan berbeda.
Islam telah
memberikan sinyal bagaimana kaum muslimin menyelesaikan perbedaan dengan
bermusyawarahlah dalam segala urusan (QS.Ali-Imran/3:159), kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah Swt.
(al-Quran) dan Rasul (Sunahnya) (QS.an-Nisa’/4:59). Jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah Swt. dan hari kemudian, dan janganlah kebencian kepada
kelompok lain menjadikan kamu tidak berlaku adil atau obyektif
(QS.al-Maidah/5:8). Oleh karena itu, Indonesia dengan kebhinnekaan dan
keragamannya dalam berbagai aspek mengembangkan sistem demokrasi dalam
bernegara.
Di samping
ayat-ayat tersebut, banyak juga hadis Rasulullah saw. yang mengisyaratkan
pentingnya demokrasi, karena beliau dikenal sebagai pemimpin yang paling
demokratis. Di antaranya adalah hadis yang menegaskan bahwa beliau adalah orang
yang paling suka bermusyawarah dalam banyak hal, seperti hadits berikut:
Artinya: “Dari Abu Hurairah, ia berkata, Aku tak pernah melihat seseorang yang lebih sering bermusyawarah dengan para sahabat dari pada Rasulullah saw.” [HR. at-Tirmizi].
Hadis di
atas menjelaskan bahwa menurut pandangan para sahabat, Rasulullah saw. adalah
orang yang paling suka bermusyawarah. Dalam hal urusan penting, beliau
senantiasa melibatkan para sahabat untuk dimintai pendapatnya, seperti dalam
urusan strategi perang. Sikap Rasulullah saw. tersebut menunjukkan salah satu
bentuk kebesaran jiwa beliau dan kerendahan hatinya (tawadhu’), meskipun
memiliki status sosial paling tinggi dibanding seluruh umat manusia, yaitu
sebagai utusan Allah Swt. Namun demikian, kedudukannya yang begitu mulia di
sisi Allah Swt. itu sama sekali tidak membuatnya merasa “paling benar” dalam
urusan kemanusiaan yang terkait dengan masalah ijtihadiy (dapat dipikirkan dan
dimusyawarahkan karena bukan wahyu), padahal dapat saja Rasulullah saw.
memaksakan pendapat beliau kepada para sahabat, dan sahabat tentu akan menurut
saja. Tetapi itulah Rasulullah saw. manusia agung yang tawadhu’ dan bijaksana.
Sikap
rendah hati Rasulullah saw. hanya satu dari akhlak mulia lainnya, seperti
kesabaran dan lapang dada untuk memberi maaf kepada semua orang yang bersalah,
baik diminta atau pun tidak. Itulah Rasulullah saw. teladan terbaik dalam
berakhlak.
Dari ayat
al-Quran dan hadis tersebut, dapat dipahami bahwa musyawarah termasuk salah
satu kebiasaan orang yang beriman. Hal ini perlu diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari seorang muslim terutama dalam hal-hal yang memang perlu
dimusyawarahkan. Misalnya, hal yang sangat penting, sesuatu yang ada
hubungannya dengan orang banyak/masyarakat, pengambilan keputusan, dan
lain-lain.
Dalam
kehidupan bermasyarakat, musyawarah menjadi sangat penting karena
- Permasalahan yang sulit menjadi mudah setelah dipecahkan oleh orang banyak lebih-lebih kalau yang membahas orang yang ahli.
- Menghindari prasangka yang negatif, terutama masalah yang ada hubungannya dengan orang banyak.
- Melatih diri menerima saran dan kritik dari orang lain.
- Berlatih menghargai pendapat orang lain.
Sumber : - http://www.imron.web.id/2018/09/bersatu-dalam-keragaman-dan-demokrasi.html
- http://curhatanmuslimahtara.blogspot.com/2018/12/bab-xiv-bersatu-dalam-keberagaman-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar